Cerita seputar kelas 8:
"Bu Rara, di kelas 7 sekarang, Bu Meta sudah pernah marah belum?" Tanya dua murid ikhwan yang dulu memang pernah saya marahi terkait sikapnya.
"Belum."
"Wah, kelasnya baik berarti."
----------_-------------_---------------
"Bu Ria senang ya, jadi wali kelas 7 sekarang. Bisa marah-marah terus."
"Lah, memang wali kelas kerjanya marah-marah terus?"
"Bu Meta kan dulu jadi wali kelas sering marah-marah."
----------_-------------_---------------
Tiap baru datang, pas salaman sama kelas 8 di bawah, sebelum naik ke atas ke kelas 7, akhwat suka salaman dan narik saya ke dalam kelasnya "Sini Ibu. Ibu ngajarnya di kelas ini."
Terus ikhwan suka halangi pintu kelas 8, biar saya gak bisa keluar kelas.
Jam istirahat pun suka naik ke kelas (padahal badannya besar dan suka terengah-engah kalau naik tangga) dan nyamperin sambil narik-narik tangan saya lalu bilang, "Ibu ngajar kita lagi atuh. Fisika juga gak apa-apa, deh."
----------_-------------_---------------
Yaah, gitu dah anak-anak. Makhluk paradoks. Bilangnya sebel, malas, tapi nyari muluk. Masih belum move on, nunggu 3 bulan kali ya (kayak masa probation). Nanti juga jatuh hati sama walas dan guru kelasnya setelah melewati beragam kebersamaan.
Sementara saya, senang saja sih dari dulu jadi tokoh villain. Tokoh antagonis yang dicintai karena bukan dasarnya antagonis, tapi demi kesuksesan harus jadi terlihat galak, killer, tegas, dll. Macam Snape di film Harry Potter. Saya mah yakin saja, nanti juga mereka tahu bahwa saya juga sayang mereka, tapi dengan cara berbeda. Tidak melulu menuruti dan lemah lembut.
#kicauguru
Meta morfillah