Bedah buku “Riba dan Gharar” karya Ustad Oni Sahroni, MA
Masjid Alumni
Bogor, 28 Agustus 2016
Riba
Cara efektif mengetahui halal haram dalam bisnis adalah
mempelajari “ilmu hitamnya” dulu. Sebab dalil bisnis adalah “boleh….kecuali….”
berarti yang terlarangnya sedikit.
Untuk mempelajari fiqih ada 3 cara pandang:
- 1. Cara pandang tekstual (tertulis atau tidak di Quran dan hadits?)
- 2. Cara pandang maslahat oriented (legalitas syariah berdasarkan maslahat umat)
- 3. Cara pandang moderat (gabungan 1 dan 2)
Buku ini menggunakan cara pandang ketiga.
Riba pada dasarnya terbagi menjadi 2:
- a. Riba qardh (riba yang berlaku dalam pinjaman)
- b. Riba buyu’ ( riba yang berlaku dalam jual beli/riba sharaf). Riba ini terbagi menjadi 2 lagi, yakni riba al fadhi (tambahan barang), dan riba nasi’ah (penundaan waktu)
Riba jual beli: pertukaran barang sejenis yang berbeda kualitas, kuantitas dan waktu
penyerahan.
Contohnya PENUKARAN MATA UANG:
- a. Penukaran mata uang yang SAMA harus: tunai, sama nominal (100 ribu ya harus sama nominalnya 100 ribu)
- b. Penukaran mata uang yang BERBEDA harus: tunai
- c. Penukaran mata uang dengan KOMODITAS harus: tidak ada syarat
Contoh riba jual beli:
- a. Ke money changer dikasihnya besok (riba dalam hal waktu penyerahan/menunda) atau tidak tunai.
- b. Tukar uang lebaran 100 ribu ke dalam pecahan kecil, senilai 95 ribu (riba dalam hal tidak sama nominal).
Riba pinjaman: riba yang terjadi pada transaksi utang
piutang yang tidak memenuhi kriteria, untung muncul bersama risiko.
Inilah yang sering terjadi di bank konvensional. Misalnya pinjam
1 juta, harus balik 1,2 juta (pemilik uang nol risiko). Hukumnya HARAM.
Sedangkan dalam bank
syariah, prinsip mudharabah (bagi hasil). Misal aku punya 10 juta lalu mau didepositokan
ke bank syariah. Kalau untung, bagi hasil sebesar 60:40. Uang 10 juta itu
dijalankan untuk biaya jualan bakso. Tapi saat rugi, pemilik modal juga
merasakan rugi, sebab yang menjalankan usaha bakso juga telah rugi secara waktu
dan tenaga. Jangan sampai rugi uang juga.
Contoh lain di leasing/asuransi.
Bagaimana cara agar
meminimalisir agar syariah?
UBAH AKAD, dari
simpan pinjam menjadi jual beli.
Kasus: A mau beli motor lewat ADIRA/leasing seharga 13 juta.
Pertama ADIRA beli langsung motor ke dealer. Lalu ADIRA jual motor ke A sebesar
20 juta (ADIRA berhak dapat margin/keuntungan jual beli). Ini tidak haram. Jatuh
ke cara ketiga di riba jual beli (uang ditukar jadi komoditas/barang yakni
motor).
Bagaimana dengan bunga/DP?
DP atau jaminan adalah sah (dalam transaksi jual beli tidak
tunai/simpan pinjam). Jaga-jaga bila penghutang tidak mau bayar, maka ambil
jaminan sesuai hutang. Boleh juga diberi sanksi, tapi bukan untuk kepentingan
pribadi. Sanksi digunakan untuk dana social (agar tidak jadi riba).
Perbedaan syariah dan konvensional memang tidak terlalu
terasa bagi nasabah, tapi lebih terasa ke penjual (kasus ADIRA. Maka ADIRAnya
yang lebih merasakan dalam hal akad).
Kelemahan perbankan syariah di Indonesia:
Sumber daya manusia (SDM) yang kebanyakan adalah orang/karyawan
bank konvensional lalu dimutasi dan detraining sebentar, sehingga masih tidak
paham akad syariah (pemikirannya masih terbiasa cara bank konvensional). Misal:
tidak ada kebolehan bank meminjamkan uang (muharabah) untuk bayar hutang, tapi
demi kompetitif dengan bank lain maka dibuatlah proposal fiktif oleh SDM yang
bersangkutan.
Meta morfillah
No comments:
Post a Comment