Pages

30 June, 2014

Obat penahan tangis

"Kak tha, punya obat penahan nangis gitu gak?"

Chat dari seorang adik nun jauh di sana. Adik yang biasa tertawa, ceria, dan mengundang tawa, walau aku belum pernah bersua fisik dengannya. Bagaimana rasanya, bila seseorang yang kamu kenal biasanya ceria, tiba-tiba bertanya hal seperti itu?

"Sudah coba mengingat hal-hal lucu yang pernah kamu alami?"

Dalam kebingunganku, hanya terpikir hal itu. Mengetik sembari berjalan, agak kurang fokus ditambah kaget karena dia yang bertanya. Dia yang wajahnya tak pantas dihinggapi kesedihan.

"Itu malah tambah buatku menangis, Kak. Dengar lagu mellow aja, aku nangis. Bahkan di angkot, tiba-tiba saja aku menangis. Tak tahan."

Aku terdiam agak lama. Bila kamu tahu apa yang sedang dialaminya, hal itu amat sangat wajar. Ia sedang kehilangan. Butuh waktu penyesuaian. Tak pernah mudah kehilangan seseorang yang kita sayangi. Saya sendiri, 13 tahun kepergian bapak saya, tetap saja saat sepi, sedih itu merasuk dan merajai kalbu lagi. Bahkan waktu belum mampu memudarkan rasa sakit akibat kehilangan tersebut. Apalagi dia?

Aku bukan penghibur yang baik. Bukan pemilih kata-kata yang tepat. Malah aku akan sangat membosankan. Hanya mampu berkata sebagaimana penceramah. Lihat saja, kalimat yang kuketikkan untuknya.

"Kalau ndak mempan, balik ke kebijakan sang waktu. Semua luka akan berkurang seiring waktu.."

"Cuma itu yang kutahu."

"Mungkin kamu akan bosan mendengar kata-kataku ini. Tapi, semua balik ke Allah. Kamu harus semakin dekat sama Allah, benar-benar belajar mengikhlaskan takdir.."

"Tha percaya, tiap pribadi punya caranya tersendiri dalam menyembuhkan luka. Tapi muaranya ya satu, mendekat ke sang pencipta. Dengan mengingat Allah, hati menjadi tenang. Tetap nangis, tapi akan lebih baik."

"Terdengar ceramah banget, ya? Hehe... Tapi, tha pernah mengalami titik itu sendiri, sampai menggugat Tuhan. Pada dasarnya, balik lagi.. Kita harus semakin dekat sama pencipta kita. Kamu kuaat.. Semaangaaaat!!"

Apa lagi hal terbaik yang mampu kukatakan? Sebab, semenyebalkan apa pun, aku merasakan sendiri. Saat di titik keterpurukan, meminta solusi ke tiap manusia, tidak pernah terselesaikan. Maka, pada siapa lagi harus mengadu dan memohon solusi?
Mengadu dan meminta pada Tuhan, memang tidak langsung seketika masalahmu terselesaikan. Tapi, percayalah kegelisahan hati itu mampu kauredam, seiring meningkatnya interaksimu dengan Tuhan. Melalui salat, membaca qur'an dan terjemahannya, merupakan cara berdialog dengan Tuhan. Pada beberapa ayat, terjemahannya terasa bagai jawaban untuk segala kegundahanmu.

Laa tahzan, innallaha ma'ana.
Jangan bersedih, sesungguhnya Allah besertaku (kita).

Maka, adakah kalimat penghiburan yang lebih baik dibanding kalimatNya?

Semoga kamu menemukan keceriaanmu kembali, Dik!

Salam sayang,

Meta morfillah

No comments:

Post a Comment

Text Widget