Pages

14 July, 2014

Insight berpuasa

"Lapaar... Hauuuss... Gak tahan. Aku mau buka, Teta."

Untuk anak-anak, seperti keponakan saya di atas, kalimat itu masih lumrah. Mereka berpuasa memang sebatas menahan lapar dahaga saja. Bahkan terkadang berpuasa demi sesuatu yang diiming-imingkan oleh orang tuanya, misal mau dibelikan mainan kesukaannya. Wajar saja, sebab sebuah kebiasaan itu awalnya dimulai dari dipaksa-terpaksa-biasa-budaya. Alangkah baiknya lagi, bila perlahan-lahan kita terangkan pada mereka esensi puasa. Sehingga mereka tak selamanya mendewasa dengan pengetahuan bahwa puasa hanya sekadar menahan lapar dahaga dari subuh hingga maghrib. Kalau dalam training, ada istilah insight. Nah, bagaimana agar mereka paham insight dari berpuasa?

Mengapa selama bulan Ramadhan, kita dilarang dari hal-hal yang halal kita lakukan biasanya, seperti makan, minum, berhubungan antara suami istri? Kalau yang halal saja dilarang, apalagi yang haram, seperti mencuri, asyik masyuk dengan yg belum dihalalkan (pacaran), gibah, dll. Jangan ditanya! Kalian pasti lebih pintar dari saya untuk menjawabnya.. Hehee

Ingatlah, bahwa Ramadhan adalah bulan pelatihan, sebelum akhirnya kita diwisuda dan disucikan kembali di Idul Fitri. Persis seperti bayi. Allah hendak mengajarkan pada kita, seperti apa rasanya lapar, dahaga, menahan hawa nafsu walau jelas itu adalah hak dan halal bagi kita. Di bulan biasa, kita bebas saja makan minum kapan pun. Di bulan Ramadhan, tidak. Demikian Allah ingin menumbuhkan rasa empati kita terhadap mereka (fakir, miskin, dhuafa) yang sering kali butuh makan, namun harus menahannya. Jelas-jelas itu adalah kebutuhan hidupnya, tapi mereka tak bisa memenuhinya. Tak semua dari mereka itu berani meminta-minta bagai pengemis. Kadang, dari sorot matanya mereka berbicara. Mereka pun manusia, punya harga diri. Maka, kepekaan kitalah yang harusnya menyadari. Lewat berpuasa, Allah sedang menumbuhkan kepekaan dan empati kita. Menahan lapar dan haus bagi kita mudah. Karena kita memiliki jaminan untuk berbuka nanti, tinggal pilih mau makan apa. Bagaimana dengan yang fakir, miskin dan dhuafa? Berempatilah.

Lewat berpuasa pula, Allah mengajarkan nikmatnya berbuka. Setelah kita menahan diri bagai kepompong, menanti saatnya menjelma menjadi kupu-kupu cantik. Hal ini tidak hanya berlaku untuk lapar dahaga, melainkan juga untuk memelihara kemaluan, dan menjaga kesucian diri. Sungguh, surga jaminannya bagi mereka yang menahan diri dari godaan berzina, atau pun mendekati zina (pacaran). Mereka berpuasa, tanpa tahu kapan waktu untuk berbuka (menikah). Mereka menyibukkan dirinya dengan macam-macam kebaikan dan tetap menjaga prasangkanya kepada Allah. Selalu berprasangka baik. Tak takut, tak sensitif bila ditanya, "Kapan nikah?" Malah menjawab dengan senyum dan berkata, "Segera, dengan izin Allah." Sebab menikah bukanlah perlombaan, yang harus dulu-duluan. Tidak ada pemenang atau pun pecundang dalam hal ini. Saya salut pada mereka yang berpuasa seperti ini. Semoga kelak, mereka mendapatkan santapan terlezat (jodoh terbaik) di waktu berbuka (menikah).

Semoga Allah menerima ibadah kita, dan kita mampu memetik hikmah (pembelajaran) dari tiap ibadah yang kita lakukan. Bukan sekadar ritual tanpa makna. Sebab, beragama adalah menghargai logika, nalar, dan hati. Hanya mereka yang cerdas (logika, emosi, dan spiritual), yang pantas menjadi hambaNya.


Meta morfillah

No comments:

Post a Comment

Text Widget